Suatu wawancara dilakukan tim HOKIBET bersama Ayumi Sakai, seseorang bekas pekerja sex di Jepang, berkata, “Uang tidak pernah mengkhianati saya.” Tersebut deskripsinya bagaimana menguntungkannya usaha sex, sekali juga di dalam krisis global seperti saat ini.
Mulai sejak masih kecil, Ayumi selalu hidup dengan rangkaian pengkhianatan. Ayahnya meninggalkannya saat dia masih kecil. Pacarnya kabur. Dia tidak lagi yakin pada apapun, dan selesai ditempat dimana dia bisa mendapatkan uang dengan badannya.
Industri sex Jepang sejumlah ¥ 2, 5 triliun per tahun atau dalam konversi Rp 244 trilyun. Itu jumlah yang banyak. Teramat banyak malah. Jepang adalah suatu tempat di mana orang bisa mengumbar nafsu birahi.
Soapland
Apa argumen para pekerja sex Jepang melakukan ini? “Alasan saya masuk ke usaha ini? Ini karena saya ingin lebih banyak uang,” kata Yu yang bekerja di suatu soapland di Yoshihara. Yu sebelumnya bekerja sebagai resepsionis di suatu perusahaan IT, namun mengambil keputusan untuk berhenti sesudah enam bulan. Dia lalu menyelam ke industri sex. Yu membuahkan seputar 800.000 yen per bulan dengan hari kerja sepanjang tiga hari saja dalam satu minggu. Soapland adalah tempat mandi untuk laki-laki yang dilayani oleh seseorang wanita pelacur.
“Saya biasa terima pelanggan 3-4 orang dalam sehari, jadi saya bisa membuahkan lebih dari 100. 000 yen,” kata Yu. Pendapatan Yu dalam rupiah seputar Rp 11 juta. “Saat ini saya tengah berkencan dengan seseorang pria. Saya mensupport dia. Saat saya memberikannya uang, ia betul-betul bahagia dan itu membuat saya merasa bahwa seorang butuh saya dalam kehidupan mereka”
Call Girl
Banyak gadis-gadis yang bekerja di soaplands pindah ke “deli-heru” (call-girl) yang nampak sesudah undang-undang baru diberlakukan pada tahun 1999.
Satsuki, 22, adalah salah satu dari gadis-gadis itu. Dia pernah main film porno, dan juga bekerja di soapland saat sebelum ia jadi seseorang gadis panggilan. Tarifnya adalah ¥ 45.000 sepanjang 90 menit, sementara beberapa besar “deli-heru” di Tokyo bertarif seputar 10.000 yen untuk 30 menit.
“Usaha ini lebih baik dan tambah lebih mudah dari pada soapland,” kata Satsuki.
Satsuki melayani pelanggan 3 sampai 4 orang /hari. Jadi dia bisa membuahkan seputar 1, 2 juta yen per bulan. Tabungannya saat ini keseluruhan 8 juta yen, tuturnya.
Pink Salon
Pink Salon lebih menuntut bila dibanding dengan soapland atau “deli-heru.”
Mari, 20, bekerja di suatu Pink Salon di Ota Ward di Tokyo. Seperti Salon Pink yang lain yang khas, upahnya didasarkan pada tarif per jam. Dia membuahkan ¥ 3. 000 per jam dan seputar 300. 000 yen per bulan. Dia harus memiliki medical check-up untuk PMS (penyakit menular seksual) tiap-tiap bulan dengan cost sendiri.
“Saya tidak lahir ke dunia ini dengan uang besar, saya tinggal dengan pacar saya sesudah lulus dari SMA. Namun pendapatannya tidak cukup, jadi saya ingin bekerja dengan baik untuk membuat kehidupan yang layak untuk kami berdua,” Mari menyampaikan. “Saya mengambil keputusan untuk bekerja disini karena hal semacam ini didasarkan pada tarif per jam dan bukan oleh berapakah banyak pelanggan saya, sehingga ada jaminan, bahkan bila tidak ada pelanggan.”
0 Response to "Bisnis Prostitusi Negeri Jepang"
Posting Komentar